Rabu, 06 Agustus 2014

LAGU ANAK TK : AIR






AIR ITU ADA BERMACAM MACAM

AIR LAUT SUNGAI DAN AIR HUJAN

AIR SUMUR SAMPAI KE AIR KOLAM

BERMANFAAT DISETIAP KEHIDUPAN

AIR SUSU BUKANLAH AIR TUBA

BUDI LUHUR ITULAH YANG UTAMA


MATA AIR BUKANLAH AIR MATAKU BILA SEDIH MARI KITA BERLAGU

LAGU ANAK TK : API





API API INDAHNYA NYALAMU

MERAH KUNING DAN BIRU ITULAH WARNA KAMU

API PANAS JANGAN DI PEGANG KALAU NANTI DI PEGANG

BISA BAHAYA
                           
API API INDAHNYA NYALAMU

MEMPERGUNAKAN API HARUSLAH HATI HATI

API PANAS JANGAN DI PEGANG

KALAU NANTI DI PEGANG BISA BAHAYA

LAGU ANAK TK : ANGIN





ANGIN YANG BERHEMBUS CIPTAAN ILLAHI

HANYA DAPAT DIRASAKAN

TAK DAPAT DI PEGANG

ANGIN YANG BERHEMBUS DARI MANA DIKAU

TENTU BANYAK YANG KAU LIHAT SELAMA MERANTAU

ANGIN YANG BERHEMBUS JANGAN PERGI DULU

CERITAKAN KEPADAKU TENTANG NEGERI JAUH

LAGU ANAK TK : ITU YANG KU BISA





MEGAL MEGOL SEPERTI BEBEK

LOMPAT SEPERTI KATAK

TERBANG SEPERTI BURUNG

MENGGELESER SEPERTI ULAR

LARI SEPERTI KUDA

ITU YANG KUBISA

LAGU ANAK TK : RUMAH





RUMAH RUMAHKU SEDERHANA

RUMAH BIASA SAJA

TEMPAT AKU DIMANJA

OLEH AYAH IBUKU

WALAUPUN RUMAHKU KECIL

TAPI AKU BAHAGIA

KARENA AKU MERASA


RUMAHKU SYURGAKU

LAGU ANAK TK : SEKOLAH





SEKOLAH  TAMAN  KANAK2 PALING ENAK

SEKOLAH TAMAN KANAK2 PALING ASYIK

SEKOLAH TAMAN KANAK2 PALING OKE

TEMPAT BERMAIN BELAJAR

ADA AYUNAN,ADA JUNGKITAN

ADA PUTARAN ,PEROSOTAN

LARI LARIAN ,KEJAR KEJARAN ADA YANG MENANGIS

ADA YANG TERTAWA HA HAHAHA

ANAK2 SENANG IBU GURU SENANG


PAPA MAMA JUGA IKUT SENANG

Apa dan Mengapa BCCT / Sistem Sentra

Mengapa direktorat PAUD Kementrian Pendidikan Nasional merekomendasikan metode BCCT dalam pembelajaran anak usiadini?

BCCT merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan berdasarkan konsep DAP, sebuah pendekatan yang dikembangkan berdasarkan hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik oleh Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida USA, dan dilaksanakan di Creative Pre School Florida, USA selama lebih dari 25 tahun, baik untuk anak normal maupun untuk anak dengan kebutuhan khusus.



BCCT merupakan pengembangan dari pendekatan Montessori, High Scope, dan Reggio Emilio. Pendekatan inibertujuan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak, agar kecerdasannya dapat berkembang secara optimal, maka otak anak perlu dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dengan menggali pengalamannya sendiri (bukan sekedar mencontoh atau menghafal). Pendekatan ini memandang bermain merupakan wahana yang paling tepat dan satu-satunya wahana pembelajaran anak, karena disamping menyenangkan, bermain dalam setting pendidikan dapat menjadi wahana untuk berfikir aktif, kreatif dan inovatif.

KOnsep BCCT sesuai dengan konsep DAP yaitu Developmentally Appropriate Practice yaitu bahwa proses pembelajaran bagi anak usia dini harus tersebut menyenangkan, dan sesuai dengan perkembangan anak. 

Pembelajaran yang sesuai denganperkembangan anak menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran sehingga bukan pendidik lagi yang aktif memberikan banyak informasi kepada anak, tetapi anaklah yang terlibat aktif dalam mengeksplorasi dan menginvestigasi dunia dan lingkungannya.

Pendekatan Beyond Centers and Circle Time menempatkan setting lingkungan main sebagai pijakan awal, dan memberikan dukungan penuh kepada setiap anak untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil keputusan sendiri.

Dalam kegiatan bermain peran pendidik berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan evaluator. Pendekatan ini juga memiliki standar operasional yang baku dimana dalam pelaksanaan pembelajaran pendidik selalu memberikan pijakan sebelum dan setelah anak bermain yang dilakukan dalam posisi duduk melingkar.


Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan BCCT adalah metode pembelajaran yang menggunakan prinsip-prinsip yang terpusat, fokus, dalam lingkaran-lingkaran kecil bertujuan untuk membangun segenap potensi anak agar otak, tubuh, dan akhlaknya berfungsi secara positif dan optimal. Dilakukan dengan menerapkan konsep lingkaran dan konsep sentra bermain lebih dikenal dengan “Moving Class” dimana setiap kelas dibentuk se realistis mungkin dan anak diberi kebebasan untuk melakukan eksplorasi sesuai dengan tema yang telah ditentukan.

Pembentukan Karakter pada Anak Usia Dini

KARAKTER adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Karakter ibarat pisau bermata dua. Karakter memiliki kemungkinan akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau saling bertolak belakang. Contoh, anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini akan menumbuhkan sifat berani sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau justru sebaliknya memunculkan sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu yakin akan kemampuannya.

Membangun karakter ibarat mengukir. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.


Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik bagi anak usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.

Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter atau “berkarakter” tercela).

Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu-ayah membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya. Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual).

Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.

A. PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DIPENGARUHI FAKTOR BAWAAN DAN LINGKUNGAN
Ada dua faktor yang memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak.

Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki karakter positif, maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik, sehingga akan tercipta pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

B. ORANGTUA YANG BERKARAKTER MENUMBUHKAN ANAK YANG BERKARAKTER
Begitu juga dengan orangtua yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah ingin anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter positif pula. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan anak.

Sikap peduli tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada anak, mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa nyaman.

Agar anak memiliki karakter positif, ibu-ayah dituntut memiliki perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan bagi anak.

Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah menjadi sangat penting dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena ibu-ayah adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu, lingkungan rumah juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terlihat dari cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari seorang anak yang biasanya tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam lingkungan rumahnya. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka pembentukan karakter positif bagi anak usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.



Senin, 04 Agustus 2014

Televisi dan anak usia dini


Televisi sebagai media komunikasi untuk penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan adalah salah satu media visual dan auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas.  Mengingat sifatnya yang terrbuka, cakupan pemirsanya tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. 

Luasnya jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya, mejadikan media televisi sebagai media pembawa informasi yang besar dan cepat pengaruhnya terhadap perkembangan pengetahuan, sikap dan perilaku anggota masyarakat serta perubahan system dan tata nilai yang ada.


Beberapa pengaruh negatif televisi pada perkembangan anak usia dini adalah 
  1. Menurunkan minat  baca dan kemampuan membaca terhadap pertambahan waktu menonton televisi,
  2. Menurunkan kemampuan memusatkan perhatian terutama kepada pelajaran. (Penurunan daya konsentrasi, perhatian terhadap ucapan guru kelas)
  3. Mengganggu pola tidur yang akhirnya dapat menurunkan kemampuan memori verbal anak.
  4. Mengurangi semangat belajar karena bahasa televisi yang sederhana dan memikat sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.
  5. Menurunkan minat mengikuti kegiatan di sekolah.
  6. Gangguan perilaku akibat duplikasi perilaku acara televisi seperti : konsumerisme, merokok, perilaku agresif, penggunaan alkohol dan obat terlarang, hubungan seksual bebas, pola makan yang salah, dan obesitas
Anak-anak yang sering menonton Televisi, mengubah kebiasaan rutin mereka. Mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Kehadiran televisi telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan aktivitas bermanfaat lainnya. Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond[14] (1967) sebagaidisplacement effects (efek alihan), yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.

Pada aspek Fisik anak sangat berkurang aktivitas fisiknya yang nota bene anak masih dalam tahap pertumbuhan dan membutuhkan aktivitas fisik (bermain) sehingga pertumbuhan otot dan tulang anak dapat tumbuh dengan sempurna.

Pada aspek afektif, tidak jarang kita temukan anak-anak yang merasa sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara Televisi.  Dalam hal ini, situasi emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respon anak pada stimuli itu. Respon anak terhadap tayangan Televisi dipengaruhi oleh situasi emosionalnya. Film sedih akan sangat mengharukan anak atau adegan lucu akan menyebabkan anak tertawa terbahak-bahak. Berdasarkan alasan inilah, anak mungkin akan sangat kecewa ketika ia mengetahui bahwa pada akhir ceritera seorang pahlawan kalah oleh seorang penjahat. Skenario TV seperti ini akan memporak-porandakan skema kognitif anak yang terbentuk dari apa yang ditontonnya dalam tayangan Televisi.

Pada aspek Kognitif anak akan terbiasa berfikir simple cenderung instan, mengkuti acara-acara televise yang cenderung memberikan solusi yang mudah atas permasalahan yang dihadapi, sehinga anak tidak terbiasa berfikir analitis. Anak terbiasa langsung mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan yang berikutnya anak cenderung terlalu mudah untuk memperoleh apapun yang diinginkan.

Pada aspek social, anak usia dini cenderung menjadi anak yang asocial seiring dengan berkurangnya waktu berinteraksi dengan rekan sebaya. Toleransi kepada teman dan kebutuhan orang lain menurun seiring dengan menurunnya interaksi dengan teman sebaya.

Televisi juga kerap menyajikan adegan kekerasan. Hal ini bisa membentuk pemahaman anak dengan cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman, dan lebih mengerikan. Pikirannya dibentuk untuk memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendiri dapat berbahaya dan berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelaslah bahwa citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam tayangan Televisi.

Televisi dengan berbagai tayangannya dapat menyebabkan mentalitas easy going(‘semau gue’) dalam diri anak, memudarkan semangat kerja keras dan disiplin serta menyuburkan mentalitas instant atau remote Televisi. Mentalitas instant itu antara lain muncul dalam gejala seperti sikap injury time atau ‘tunggu pada saat terakhir baru mulai atau dikerjakan’. Sedangkan mentalitas remote TV terwujud dalam diri mereka yang tidak sabar, suka berpindah-pindah dari suatu hal ke hal lain, sehingga kurang tekun dan akibatnya tidak bersungguh-sungguh dalam usaha. Ada juga yang dinamakan mentalitas konsumeristis, di mana orang sadar atau tidak ‘dipaksa’ untuk mengkonsumsi dan mau memiliki apa saja, baik itu informasi ataupun barang-barang. Apa yang ditawarkan dalam iklan Televisi, lalu dicoba ditemukan di toko-toko. Anak kemudian berkembang menjadi semakin hedonistis, mencari kenikmatan pada apa saja yang ditawarkan.