Senin, 04 Agustus 2014

Televisi dan anak usia dini


Televisi sebagai media komunikasi untuk penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan adalah salah satu media visual dan auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas.  Mengingat sifatnya yang terrbuka, cakupan pemirsanya tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. 

Luasnya jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya, mejadikan media televisi sebagai media pembawa informasi yang besar dan cepat pengaruhnya terhadap perkembangan pengetahuan, sikap dan perilaku anggota masyarakat serta perubahan system dan tata nilai yang ada.


Beberapa pengaruh negatif televisi pada perkembangan anak usia dini adalah 
  1. Menurunkan minat  baca dan kemampuan membaca terhadap pertambahan waktu menonton televisi,
  2. Menurunkan kemampuan memusatkan perhatian terutama kepada pelajaran. (Penurunan daya konsentrasi, perhatian terhadap ucapan guru kelas)
  3. Mengganggu pola tidur yang akhirnya dapat menurunkan kemampuan memori verbal anak.
  4. Mengurangi semangat belajar karena bahasa televisi yang sederhana dan memikat sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.
  5. Menurunkan minat mengikuti kegiatan di sekolah.
  6. Gangguan perilaku akibat duplikasi perilaku acara televisi seperti : konsumerisme, merokok, perilaku agresif, penggunaan alkohol dan obat terlarang, hubungan seksual bebas, pola makan yang salah, dan obesitas
Anak-anak yang sering menonton Televisi, mengubah kebiasaan rutin mereka. Mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Kehadiran televisi telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan aktivitas bermanfaat lainnya. Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond[14] (1967) sebagaidisplacement effects (efek alihan), yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.

Pada aspek Fisik anak sangat berkurang aktivitas fisiknya yang nota bene anak masih dalam tahap pertumbuhan dan membutuhkan aktivitas fisik (bermain) sehingga pertumbuhan otot dan tulang anak dapat tumbuh dengan sempurna.

Pada aspek afektif, tidak jarang kita temukan anak-anak yang merasa sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara Televisi.  Dalam hal ini, situasi emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respon anak pada stimuli itu. Respon anak terhadap tayangan Televisi dipengaruhi oleh situasi emosionalnya. Film sedih akan sangat mengharukan anak atau adegan lucu akan menyebabkan anak tertawa terbahak-bahak. Berdasarkan alasan inilah, anak mungkin akan sangat kecewa ketika ia mengetahui bahwa pada akhir ceritera seorang pahlawan kalah oleh seorang penjahat. Skenario TV seperti ini akan memporak-porandakan skema kognitif anak yang terbentuk dari apa yang ditontonnya dalam tayangan Televisi.

Pada aspek Kognitif anak akan terbiasa berfikir simple cenderung instan, mengkuti acara-acara televise yang cenderung memberikan solusi yang mudah atas permasalahan yang dihadapi, sehinga anak tidak terbiasa berfikir analitis. Anak terbiasa langsung mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan yang berikutnya anak cenderung terlalu mudah untuk memperoleh apapun yang diinginkan.

Pada aspek social, anak usia dini cenderung menjadi anak yang asocial seiring dengan berkurangnya waktu berinteraksi dengan rekan sebaya. Toleransi kepada teman dan kebutuhan orang lain menurun seiring dengan menurunnya interaksi dengan teman sebaya.

Televisi juga kerap menyajikan adegan kekerasan. Hal ini bisa membentuk pemahaman anak dengan cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman, dan lebih mengerikan. Pikirannya dibentuk untuk memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendiri dapat berbahaya dan berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelaslah bahwa citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam tayangan Televisi.

Televisi dengan berbagai tayangannya dapat menyebabkan mentalitas easy going(‘semau gue’) dalam diri anak, memudarkan semangat kerja keras dan disiplin serta menyuburkan mentalitas instant atau remote Televisi. Mentalitas instant itu antara lain muncul dalam gejala seperti sikap injury time atau ‘tunggu pada saat terakhir baru mulai atau dikerjakan’. Sedangkan mentalitas remote TV terwujud dalam diri mereka yang tidak sabar, suka berpindah-pindah dari suatu hal ke hal lain, sehingga kurang tekun dan akibatnya tidak bersungguh-sungguh dalam usaha. Ada juga yang dinamakan mentalitas konsumeristis, di mana orang sadar atau tidak ‘dipaksa’ untuk mengkonsumsi dan mau memiliki apa saja, baik itu informasi ataupun barang-barang. Apa yang ditawarkan dalam iklan Televisi, lalu dicoba ditemukan di toko-toko. Anak kemudian berkembang menjadi semakin hedonistis, mencari kenikmatan pada apa saja yang ditawarkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar